Dalam sejarah perkembangan
bangsa Indonesia, ditengah derita penjajahan asing yang tidak pernah membuat
kemajuan yang sesungguhnya tibalah 20Mei 1908 sebagai suatu momentum awal untuk
selamatkan Indonesia. Putra-putri terbaik bangsa terpanggil untuk memikirkan
kebangkitan bangsa ini yang kemudian kita kenal sebagai Hari Kebangkita
Nasional. Dari semangat dan kekuatan kebangkitan nasional yang pertama itu,
lahirnya perjuangan panjang untuk meraih kemerdekaan sebagai langkah pertama
Selamatkan Indonesia. Untuk mencapai cita-cita bernegara bangsa Indonesia
dikaruniai modal dasar pembangunan berupa penduduk yang bhineka dari sabang
sampai merauke namun menjadi tunggal ika oleh perekat pancasila, Indonesia,
serta sang saka merah putih. Karunia lainnya yaitu nusantara yang kaya akan
hasil laut, pertanian subur, berlimpah ruah sumber minyak serta hasil tambang.
Cadangan minyak Indonesia sekita 8,6 miliyar barel dengan tingkat produksi
kurang lebih 400 juta barel per tahun. Cadangan gas bumi mencapai 185,8 triliun
kaki kubik dengan tingkat produksi
kurang lebih 3 triliun kaki kubik per tahun. Negeri ini dipenuhi dengan sebaran
sumberdaya batu bara, mineral logam utama, serta mineral industry. Ibu pertiwi
memiliki sumber daya dan cadangan mineral logam dan energy yang semuanya berada
di peringkat 2 hingga 9 besar di seluruh dunia.
Lalu
apa yang terjadi setelah satu abad kebangkitan nasional? Indonesia kini
mempunyai hutang lebih dari 148 miliar dolar. Jumlah penduduk miskin anak
bangsa ini mencapai 39,05 juta jiwa atau sekitar 17,5% (menurut BPS). Itu jika
garis kemiskinan 153 rupiah perkapita perbulan. Jika garis kemiskinan
dinyatakan sekitar 540 ribu perkapita perbulan sesuai standar bank dunia, maka
jumlah anak bangsa yang terperangkap kemiskinan mencapai 109 juta jiwa atau
49,5% atau nyaris setengahnya. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka 12
juta orang dan mereka yang tergolong setengah pengangguran hamper 30 juta jiwa.
Menurut penuturan Menteri Kesehatan, 4,1 juta bayi atau
20% menderita gizi kurang dan 8% diantaranya menderita gizi buruk (seputar
Indonesia 10/3/08). Bagaimana nasib Bangsa Indonesia yang ingin menikmati
pendidikan sebagai syarat kebangkitan bangsanya? Data dari depdiknas sebagai
hasil rembugnas pendidikan Juni 2007 menunjukkan pada 2003 ada 531.186 ruang
kelas yang rusak. Dari jumlah itu 360.219 ruang sudah diperbaiki, sisanya
170.967 akan diperbaiki sebagai program 2008 (kompas 02/05/08). Di ibukota saja
dari 2552 SD dan SMP ada 437 diantaranya rusak total.dari 437 tersebut, hanya
22 yang bisa di rehab total dengan APBD DKI Jakarta 2008, sisanya terpaksa
disegel karena membahayakan siswa (media Indonesia 26/02/08).
Bagaimana
dengan infrastruktur?
Ambil
contoh untuk jalan nasional, dari total panjang jalan nasional saat ini 34.628
km, 2770 km diantaranya rusak ringan dan 3844km dalam kondisi rusak parah.
Akibatnya bukan hanya kerugian ekonomi, yang bisa mencapai puluhan miliar
rupiah dan tersendatnya mobilitas social tetapi juga banyak jiwa yang harus
melayang. Data YLKI menyebutkan bahwa selama januari- maret 2008, tidak kurang
dari 35 orang tewas di Jakata. Sedangkan dari total korban lalulintas secara
nasional yang mencapai 30rb jiwa pertahun, 3000 orang diantaranya meninggal
akibat kondisi jalan rusak (media Indonesia 06/05/08). Kenapa nasib pedih ini
menimpa bangsa yang dikaruniai berlimpah ruah kekayaan alam dan telah pula
menyatakan kebangkitan nasional 1 abad lalu ternyata dari 1 juta barel produksi
minyak nasional perhari, hanya 70rb barel yang produksi pertamina, 75rb
produksi medko dan sisanya 855ribu barel perhari ditangan produsen asing. 90%
dari kontrak kerjasama produksi dikuasai asing. Lebih hancur lagi, sector
pertambangan tembaga dan emas sudah hamper 100% dikuasai asing.
Contoh
yang fenomenal yang nyaris tidak bisa diterima akal sehat, tapi masih
berlangsung sampai detik ini adalah Freeport. Ini adalah tambang mineral
terbesar yang menguras 300 ton bijih perhari, sekaligus menghancurkan 3
ekosistem , 3 sungan besar dan laut arafura. Padahal royalti yang diterima dari
penjualan bersih tergolong sangat-sangat kecil yaitu 1 hingga 3,5% untuk
konsentra tembaga dan 1% fixed untuk emas dan perak. Lebih gila lagi iuran
tetap untuk wilayah pertambangan hanya berkisar 225 rupiah – 27 ribu rupiah/
hektar pertahun. Sangat jauh lebih rendah dibandingkan dengan sewalahan tanah
oleh petani penggarap termurah sekalipun. Kebodohan ini berjalan terus seiring
jatuhnya wilayah-wilayah migas yang sangat potensial kepada pihak-pihak asing.
Contoh
terkini adalah blok cepu dengan cadangan minyak minimal 600jt per barel dan 2
triliun kaki kubik gas, maka pada harga minyak 60 dolar perbarel dan gas 3
dolar/ MMBTU nilainya sekitar 387 triliun rupiah. Seandainya blok cepu
sepenuhnya di kuasakan kepada pertamina untuk mengelolanya dengan asumsi harga
minyak 90 dolar/barel dan harga gas 15 dolar per MMBTU, maka nilai blok cepu
dapat mencapai 576 triliun rupiah apalagi jika harga minyak terus naik diatas
angka 100/ 110 dolar per barel seperti yang terjadi belakangan ini. Lihat pula
kontrak penjualan LNG tangguh ke Fujian china sebesar 2,6 juta ton per tahun
dengan harga 3,35 dolar per MMBTU selama 25 tahun yang sesungguhnya merugikan
bangsa ini 350 triliun rupiah. Belum lagi kontrak bagi hasil natuna blok
d-alpha dengan porsi bagi hasil sebelum pajak : 100% untuk exxon mobil 80%
untuk pemerintah. Artinya pemerintah sama sekali tidak mempunyai hak atas hasil
produksi gas secara fisik kaena pemerintah hanya akan mendapatkan penerimaan
gas dalam negeri dari natuna blok d-alpha tidak ada sama sekali.
Bagaimana
dengan nasib hutan Indonesia ?
Kantor
berita Reuters menyebutkan bahwa 72% hutan Indonesia telah musnah, sementara
setengah dari sisanya terancam punah akibat pembalakan komersial, yang mungkin
saja istilah lain dari illegal loging, juga akibat kebakaran hutan dan
penggunaan untuk perkebunan sawit. Guinness book of records, tahun 2008
menyebutkan Indonesia memegang kekuasaan dunia penggundulan hutan. Sedangkan
greenpeace menyatakan selama tahun 2000-2005, Indonesia merupakan Negara
tercepat dalam menggunduli hutannya, setiap hari hutan seluas 300 kali lapangan
sepak bola amblas untuk selama-lamanya. Kecepatan ini sekarang pasti menurun,
karena hutan yang tersisa tinggal sedikit. Sudah tidak memungkinkan kenduri
besar lagi.
Kenapa
Undang-undang dan peraturan tidak mampu mencegah dan menjaga harta kekayaan ibu
pertiwi?
Justru
yang terjadi adalah sebaliknya beberapa peraturan dan UU malah cenderung
menjual Negara. Misalnya UU No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal serta
Perpres No. 77 tahun 2007. Bahkan kiini ada 44 BUMN strategis yang akan dijual.
Akhirnya apa kabar segenap tanah air dan tumpah darah Indonesia? Dekitas 46,8%
muatan laut dalam negeri dikuasai oleh kapal bendera asing, bahkan 96,6% muatan
angkutan laut diambil kapal asing. Mungkin para politisi bisa mengatakan itulah
semuanya hasil dari investasi internasional/manfaat dari pergaulan global
tetapi jika demikian kenapa di dalam lubuk hati anak bangsa yang jujur justru
terdengar tangisan ibu pertiwi. Kenapa setelah 100 tahun kebangkitan nasional,
air mata ibu pertiwi semakin berlinang? Ibu pertiwi yang dulu kaya raya untuk
membesarkan unek-unek bangsa yang dicintainya kini sedang sudah merintih
berdoa. Padahal sesungguhnya dalam lanjutan lagu tersebut yang anehnya jarang
dinyanyikan sampai selesai terdapat jawaban ibu pertiwi. Akan tiba suatu masa
dimana putra-putri yang berhati tulus akan berkata, lihatlah ibu pertiwi kami
datang berbaktiuntuk menggembirakan ibu, karena kami tetap cinta ibu dan selalu
setia maka kami akan bangkit menjaga harta pusaka untuk nusa dan bangsa. Ibu pertiwi,
sekarang menggelegar keudara : teriakkan dan kepal putra-putri ibu untuk Selamatkan Indonesia.